Perjuangan Orang Tua menyelamatkan bayinya

(kisah dibalik tenggelamnya Dumai Express)

Bayi-bayi Selamat dari Tragedi Dumai Express 10
Selasa, 24 November 2009

Diangkat Sebelah Tangan Dilempar ke Life Craft

Sri Wahyuni berhasil menyelamatkan putranya Davi Alfarizi yang baru 21 hari. Begitu pula Jon Tarik Ompisungu, yang menyelamatkan putranya San Fentrik HS berusia 1,5 bulan. Bagaimana kisah mereka?

SRI Wahyuni, terduduk lesu di kursi tamu di kediaman Bupati Karimun, Senin (23/11) lalu. Wanita asal Balai Salasa, Pesisir Selatan, Sumatera Barat terlihat trauma atas musibah yang baru dialami. Sesekali matanya melirik ke Davi Alfarizi, putra sulungnya yang baru berumur 21 hari. Bayi mungil ini, siang kemarin sedang digendong seorang karyawan Pemkab Karimun.
Tak terlintas sedikit pun di pikiran karyawan PT Tekron Batam ini, akan mengalami tragedi ini. Menurut Sri, begitu dirinya biasa dipanggil—ia naik Dumai Express 10 sekitar pukul 07.45 WIB dari Pelabuhan Sekupang, Batam. Sri hanya pergi berdua putranya. Suaminya sudah lebih awal berada di Pesisir Selatan.

Selama perjalanan, ia tidak merasakan firasat apapun, demikian juga dengan anaknya yang dilahirkan di Rumah Sakit Otorita Batam (RSOB) ini. ”Davi diam saja tak rewel sedikit pun,” ujarnya dengan suara lemah.

Mereka mendapat tiket dan duduk di bagian belakang kapal. Setelah satu jam perjalanan, tiba-tiba Yuni ingin buang air ke toilet kapal yang tak jauh dari tempatnya duduk. ”Saat itulah saya melihat ombak besar. Saya cemas dan kuatir akan terjadi kecelakaan,” katanya.

Sri pun bergegas kembali ke tempat duduknya. Di sana ia langsung menyambar satu buah life jacket yang berada di bawah tempat duduknya dan langsung dikenakannya. Lima menit kemudian terdengar suara benturan keras seperti ada sesuatu patah. Feri pun langsung oleng, penumpang menjadi panik dan berebutan menggunakan life jacket. Sri pun langsung memeluk erat Davi.

Tapi karena posisi kapal miring, ia tak kuat mengendong anaknya. Bayi ini diberikan kepada pria yang kebetulan berada di sampingnya. ”Saya tak kenal siapa orangnya, yang jelas dalam pikiran saya anak saya selamat, apalagi untuk sampai ke pintu belakang saya harus merangkak,” ujarnya.

Setelah bersusah payah keluar dari kapal, ia melihat ada life craft (sekoci) yang sudah mengembang. Melihat itu, timbul semangat baru dalam hidupnya. Apalagi buah hatinya juga tak berada jauh darinya bersama si pria tadi.
”Saya langsung turun ke sekoci, bayi saya dilemparkan ke dalam sekoci. Untung saja saya bisa langsung menangkap tepat dipelukan saya,” katanya.

Selama dalam sekoci, tubuhnya dihempas gelombang besar. Untung saja feri Baruna dan Lanal Tanjungbalai dibantu kapal Pelindo langsung memberikan pertolongan.

Cerita berbeda disampaikan keluarga Jon Tarik Ompusungu. Dalam musibah ini, putranya San Fentrik HS berumur satu bulan dua minggu bersama istrinya EV Bakara dan dua adiknya Wilna 4,5 tahun, dan Mesi,10, berhasil selamat. Keluarga ini diselamatkan kapal nelayan, setelah sempat terapung-apung selama dua jam di tengah laut. Agar bisa bertahan, mereka hanya mengandalkan dua buah life jacket yang berhasil diperoleh.

Jon yang dijumpai di tempat sama mengungkapkan, saat kejadian itu ia menyelamatkan bayinya dengan cara mengangkat dengan tangan kiri. “Saya seperti memegang burung padahal itu anak saya, bajunya saya angkat ke atas supaya kepalanya tetap muncul,” ujarnya.

Sedangkan istri dan adiknya diikatkan bersamaan menggunakan dua life jacket. Dalam hatinya saat itu, bagaimana mereka bisa terus berkumpul hingga pertolongan datang. ”Hidup atau mati, saya ingin keluarga tetap berkumpul, makanya saya ikat mereka agar tidak terpisah,” jelasnya.

(sumber : http://batampos.co.id)

Tinggalkan komentar